Realitas yang terjadi adalah Indonesia merupakan dari negara dunia ketiga yang belum mampu membendung pasar bebas dan hal tersebut merupakan suatu keniscayaan serta sewaktu-waktu akan siap membinasakannya. Dalam hal pertanian pun negara kita belum bisa mampu membendung produk-produk dari luar yang mempunyai nilai kompetitif lebih dibandingkan dengan produk pertanian negara kita, maka kita sering menjumpai buah-buahan import, padi import,kedelai import dan produk pertanian import lainnya di sekitar kita sampai-sampai di pasar tradisional pun ada, sehingga pertanyaan kita, apakah pemerintah telah menciptakan pembangunan yang berbasiskan pada kerakyatan ?.
Masalah pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang selalu melekat dan menjadi ciri khas negara Indonesia, masalah ini juga merupakan masalah yang paling klimaks dihadapi oleh negara ini, sebab proses penyelenggaraan negara yang begitu panjang akan membayangkan adanya pengurangan angka pengangguran dan kemiskinan, karena hal tersebut merupakan mainstream dari sebuah pembangunan. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu menjadi lebih miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik direproduksi dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya rakyat,inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri. Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan (disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Di bandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (BPS). Data kemiskinan yang paling fenomenal dan diperkirakan oleh Bank Dunia, yaitu sebanyak 3,1 juta orang jatuh ke dalam jurang kemiskinan akibat kenaikan harga beras 33 persen selama periode Februari 2005 sampai Maret 2006.
Dasar perhitungannya, tiga perempat dari kaum miskin adalah konsumen bersih (net consumer) beras. Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah orang miskin, yang hidup dengan 1 dollar AS per hari pada tahun 2006 diperkirakan 19,5 juta orang, akan turun menjadi 17,5 juta orang pada 2007. Adapun orang miskin yang hidup dengan 2 dollar AS per hari juga diprediksi berkurang, dari 113,8 juta orang pada tahun 2006 menjadi 108,2 juta orang pada 2007. Asumsinya, ekonomi Indonesia bisa tumbuh dari 5,5 persen pada 2006 menjadi 6,2 persen pada 2007 dan jumlah penduduk bertambah dari 229,5 juta di 2006 menjadi 232,9 juta pada 2007 (Kompas 15 November 2006).
Dengan melihat realitas permasalahan yang ada dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui proses pemberdayaan ekonomi mikro sebagai pilar pembangunan, maka strategi-strategi yang di gunakan adalah sebagai berikut :
1.Adanya kerjasama yang mutalisme antara pemerintah, swasta serta elemen masyarakat menengah (LSM, Akademisi,Wartawan, Profesional dll) untuk bisa mendorong ekonomi mikro untuk bisa menjadi salah satu tembok dalam menghindari kemiskinan. Strategi itu bisa dilakukan apabila ketiga elemen tersebut memiliki kesamaan visi dan misi dalam pembangunan, misalnya dalam pembinaan pemberdayaan ekonomi mikro.
2.Pemerintah harus bisa menciptakan regulasi yang pro terhadap ekonomi mikro, misalnya dalam era otonomi daerah ini pemerintah daerah yang sangat mengedepankan peraturan daerah, maka peraturan daerah tersebut harus bisa mendorong kekuatan ekonomi lokal, bukan malah sebaliknya mendorong ekonomi sebagian kelompok orang saja yang nota benenya dari kalangan ekonomi besar. Oleh karena itu jangan ada peraturan daerah yang mendorong resistensi masyarakat terhadap pemerintah daerah seperti penggusuran pedagang kaki lima tanpa memberikan solusi,yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, hal-hal tersebut harus di hindari oleh pemerintah daerah apabila ingin menciptakan kekuatan ekonomi mikro sebagai pilar untuk upaya dalam mengentaskan kemiskinan di daerah.
3.Pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat yang diwakili oleh LSM harus bisa membuat lembaga-lembaga keuangan mikro yang kuat serta mengedepankan distribusi keadilan dalam prosesnya. Hal tersebut supaya usaha mikro bisa terhindar dari rentenir yang nota benenya akan mengeksploitasi usaha mikro dengan bunga yang tinggi.
4.Lembaga keuangan mikro harus bisa berkompetisi dengan lembaga keuangan yang informal dengan mengedepankan pelayanan yang pro terhadap usaha mikro, sehingga usaha mikro akan tertarik serta nyaman dalam melakukan pinjamannya, hal yang terpenting dan merupakan indikator pelayanan adalah proses pelayanan yang tidak berbelit-belit.
5.Dan yang terakhir adalah bagaiman ketiga elemen tersebut mempunyai komitmen dalam bekerjasama untuk bisa merealisasikan visi dan misi dalam melenyapkan kemiskinan di Indonesia.