SEKTOR PERTANIAN
Sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu:
a. Kontribusi Produk, Penyediaan makanan untuk penduduk, penyediaan bahan baku
untuk industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan dan
minuman.
b. Kontribusi Pasar, Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi.
c. Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan
c. Kontribusi Faktor Produksi, Penurunan peranan pertanian di pembangunan
ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian
ke sektor lain.
d. Kontribusi Devisa, Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca
perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian yang
menggantikan produk impor.
2. Sektor Pertanian di Indonesia
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Cakupan pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
3. Nilai Tukar Petani
A. Pengertian Nilai Tukar
Yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilau tukar suatu barang dengan barrang lain, jadi suatu rasio harga dari dua barang yang berbeda. Didalam litelatur perdagangan internasional, pertukaran dua barang yang berbeda di pasar dalam negeri dalam nilai mata uang nasional disebut dasar tukar dalam negeri, seangkan di pasar internasional dalam nilai mata uang internasional disebut dasar tukar internasional atau umum dikenal dengan terms of trade.
B. Perkembangan NTP di Indonesia
NTP berbeda menurut wilayah karena adanya perbedaan inflasi, sistem distribusi pupuk dan input-input pertanian lainnya, serta perbedaan titik ekuilibriium pasar untuk komoditas pertanian. Ekuilibrium pasar itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di wilayah tersebut.
4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian tergantung :
* Laju pertumbuhan output
* Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
* Membeli mesin Langsung
* Penelitian Tdk Langsung & Pengembangan
Hasil penelitian:
Laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena Supranto (1998) PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
* Laju pertumbuhan output
* Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
* Membeli mesin Langsung
* Penelitian Tdk Langsung & Pengembangan
Hasil penelitian:
Laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena Supranto (1998) PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
5. Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Sebagai contoh; Jepang, Taiwan dan Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan proses revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi dikarenakan sektor pertanian kuat pangan terjamin tidak akan ada kondisi kelaparan dan juga akan menciptakan situasi social politik yang stabil.
Jika sudut permintaan sektor pertanian kuat, maka pendapatan riil per kapita naik. Sehingga permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik, artinya industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input pada sektor pertanian. Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil di pedesaan.
Namun dalam kondisi nyatanya di Indonesia, keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur masih berada pada posisi sangat lemah dan kedua sektor tersebut masih sangat bergantung kepada barang impor.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar